Sabtu, 12 Juli 2014

Kepada Senja Itu, dan Kamu


Senja.
Apakah kamu masih menunggu?
Di ujung jalan itu, seperti kemarin.

Senja.
Jangan melawan rasa itu!
Kamu bisa melukai dirimu sendiri.

Senja.
Jangan mengatup sampai gerimis datang.
Kuingin menikmati tiap tetes tangisan ini sebagai keindahan.

Senja.
Dua hal yang ingin kuselipkan di lembaran ceritamu: pertemuan dan keterpisahan yang mencumbui pertemuan dan penyatuan di ujung pengakhirannya.
Maka, berjanjilah, Senja!
Kita akan bertemu lagi di satu titik cinta; di suatu tanpa nama.

Salah satu puisi favorit dari Moammar Emka :)
This entry was posted in

Jumat, 11 Juli 2014

Sudah Waktunya


Aku menyadari suatu hal. Iya, aku seolah-olah memiliki kebiasaan baru yang menyenangkan. Memikirkanmu. Mengapa kamu? Sejak kapan? Bukankah dulu kita tak pernah bersentuhan dengan perasaan? Benarkah kita sudah memasuki arena ini? Rasa yang saling berpapasan, lalu nyaman dan memilih tinggal.

Aku bukan gadis kuat yang seperti kau pikirkan. Itu dulu –mungkin iya- tapi tidak dengan saat ini. Sejak berkali airmata menjadi pertanda tibanya si peretak hati, percayaku mulai berkurang. Kukira sosok itu ditakdirkan untuk menemukanku, tapi nyatanya meremukkan. Bukannya aku mengasingkan diri tak mau lagi dicintai, pintu itu masih akan terbuka, tapi aku perlu menyeleksi pemilik kuncinya. Cinta masih mengental, tapi luka pun terasa mengekal. Aku hanya tak ingin salah langkah. Karena pernah, cinta membuatku begitu patah. Untuk sembuh, perlu waktu yang sangat lama. Aku butuh merangkak seorang diri, meminum pil kenyataan yang begitu pahit dan menyadarkan bahwa satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menerima.

Memang, tadinya aku tak ingin terburu-buru mendefinisikanmu sebagai calon penghuni hati. Karena ada ruangan yang pernah diobrak-abrik oleh beberapa objek masa laluku, kini perlu dirapihkan terlebih dahulu. Terlalu jahat jika ruangan tempatmu menghuni nanti masih dipenuhi sisa-sisa luka. Penyambutan yang baik adalah sebenar-benarnya mencintai dengan tanpa membawa masa lalu ikut serta. Memang, ingatan tentang beberapa peristiwa patahnya hati takkan pernah bisa terusir pergi. Tapi setidaknya aku perlu memastikan bahwa sekalipun bahagia mulai mengudara, ini bukanlah penyangkalan atau pesta sandiwara. Ini bukan perasaan sisa-sisa masa lalu. Harus ada hati yang benar-benar bahagia, atas maaf yang sepenuhnya terlaksana.

Tapi sampai kapan? Kita memang tidak bisa lagi menunggu lama. Mungkin ‘kita’ sudah selayaknya tercipta. Ruangan itu kini telah kurapikan serta kusiapkan untukmu. Masuklah dengan nyaman. Dan kumohon, jangan buat ruangan itu kembali berantakan. Aku percaya padamu, sangat mempercayaimu :)