Kamis, 01 Juni 2017

[BLABBERING TIME] Perihal Niat dan Kesiapan dalam Menikah



“Si A sudah mau menikah bulan depan, loh!”
“Katanya si B sudah lamaran minggu kemarin, mungkin tahun depan menikahnya, tuh!”
Tidak lama kemudian akan muncul sebuah ocehan yang mainstream. “Kamu kapan?”

Ah, rasanya di usia yang sudah memasuki quarter life seperti sekarang ini, obrolan semacam itu sudah tidak dapat dihindarkan lagi. Terutama teruntuk para gadis-gadis yang sudah ngebet nikah. Ada saja orang-orang yang ‘memaksakan’ pembahasan menikah ini naik ke permukaan.

Setelah banyak belajar dan membaca, saya mencoba memahami hakikat dari sebuah pernikahan yang sebenarnya. Ya, bahwa menikah itu sejatinya bukan hanya perihal hidup berdua dengan orang yang kita cintai saja, namun lebih dari itu. Menikah adalah hakikatnya sebuah kompromi. Ketika nanti hormon-hormon cinta itu sudah mulai menipis, yang bisa kita lakukan adalah bercakap dan berkompromi. Ketika masalah sedang datang silih berganti, kompromi lah yang bisa membuat kita bertahan. Dalam sebuah kompromi dibutuhkan pemain yang mampu merawat percakapan. Butuh dua orang yang sama-sama mau mendengar. Kompromi dengan tujuan bersama pada saat awal menikah. Akan lebih mudah apabila kita menikah dengan seseorang yang sepaham dengan visi misi dan tujuan kita. Tujuan menikah didasarkan atas Ridho Allah Subhanahu wa ta’ala. Jika menikah karena persamaan tujuan, ketika terjadi pertengkaran maka dua orang yang berbeda tersebut akan mengingat tujuannya. Pun sama ketika terjadi kesalahpahaman, solusi yang dicari tidaklah merugikan satu sama lain, karena mereka takut akan kehilangan Ridho-Nya. Itu yang utama.

Menikah bukanlah sebuah akhir dari sebuah kisah cinta seperti yang banyak dikisahkan di dongeng-dongeng pada jaman dahulu. Akan tetapi sebuah pernikahan itu sendiri sejatinya adalah awal dari ujian baru. Tahukah kau bahwa sebenarnya jodoh dan pernikahan itu adalah sebuah ujian Tuhan yang akan terus menerus kau nikmati. Sesungguhnya tidak ada pernikahan yang berjalan begitu mulus tanpa adanya ujian, pasti akan ada pertengkaran, air mata dan tawa bahagia yang datang silih berganti, setiap waktu. Ujian ini adalah perihal kompromi, komitmen, ketabahan hati, membangun cinta, dan solidnya kerjasama akan ada di setiap langkah sebuah pernikahan. Namun itu semua akan menjadi cerita indah ketika kalian berdua mampu melewatinya dengan tabah dan tetap berpegangan tangan dengan penuh cinta dan keimanan.

Lalu, masihkah kau merasa terusik dengan pertanyaan ‘Kamu kapan?” lagi? Apa engkau masih iri melihat teman-teman sebayamu sudah memamerkan foto pernikahannya di social media? Berkacalah dan tanyakan dalam nuranimu, “Apa sesungguhnya aku sudah siap?”, “Atas niat apa saya aku ingin menikah?" Coba tanyakan dalam diri sendiri dan renungkan.

Belajar dari tulisan Kurniawan Gunadi membuatku akhirnya sedikit paham. Baginya sebuah pernikahan itu adalah ibarat kapal. Aku setuju.  Ketika kapal belum siap berlayar, tidak mungkin kan kita harus nekat menerjunkannya untuk mengarungi lautan luas. Bahkan pembagian peran bagi awak di kapal pun belum sepenuhnya dipahami. Bagaimana kalau tiba-tiba di tengah perjalanan ada badai ombak dan kita tidak menurunkan layar? Atau bagaimana kita tidak tahu arah mata angin sehingga kapal salah haluan karena justru menabrak karang? Bukan tidak mungkin ketidaksiapan berlayar akan berakhir di tengah lautan.

Oleh karena itu, sebelum berlayar persiapkan kapal dengan baik serta pahami peran-peran masing dalam kapal tersebut. Walaupun belajar bisa sambil di perjalanan, namun setidaknya ilmu-ilmu dasarnya harus kita kuasai terlebih dahulu. Berumah tangga pun juga demikian. Penting untuk memiliki ilmu-ilmu dasarnya terlebih dahulu. Toh, kalau kita sudah paham dengan ilmunya, kita akan siap berlayar kapan pun kesempatan itu tiba.

Ya, saat ini saya sedang dalam proses meluruskan niat tentang menikah. Tentang alasan dan tujuan yang ingin dicapai dari sebuah pernikahan itu nantinya. Bagi siapapun, keinginan menikah tentu bagi setiap orang berbeda-beda. Namun yang harus ditekankan adalah menikah harus bertujuan kebaikan. Sebuah kebaikan yang diikhtiarkan dengan sebaik-baiknya kita mampu. Oleh karena itu, penting untuk mengiringi niat ini dengan ikhtiar-ikhtiar kita untuk dapat mengoptimalkan potensi kebaikan yang diwujudkan melalui pernikahan, baik secara individu maupun dengan pasangan kita nanti kelak. Semoga apapun yang kita niatkan dalam prosesnya, niat itu adalah niat yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjadi jalan menuju surga-Nya kelak. Aamin :)

Jadi tidak perlu terburu-buru lagi dalam menikah. Karena percayalah, waktu yang tepat itu tidak selalu sama. Semua orang punya waktu yang tepat bagi kejadian-kejadian penting dalam hidupnya. Waktu yang tepat yang sudah ditentukan-Nya.



“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah” [QS. Adz Dzariyat: 49]
.
.
.
.
Dari Galuh yang sedang dan masih belajar~


0 komentar:

Posting Komentar