Rabu, 09 April 2014

Sebuah Rasa


Percaya kah kau bagaimana sebuah perasaan bisa begitu mengubah hidup seseorang menjadi begitu berbeda? Lihatlah aku. Maka tak butuh sepersekian hitungan detik kau akan begitu takjub memahami apa yang aku rasakan saat ini. Sebuah perasaan yang begitu mengubahku menjadi manusia yang berbeda. Manusia berbeda yang bahkan mengajakku untuk berkenalan lagi. Hey, untuk apa aku berkenalan dengan diriku sendiri? Jawabannya sederhana, karena aku tidak mengenalinya lagi.

Percaya kah kau bagaimana sebuah perasaan bisa mengubah hidup seseorang menjadi lebih indah? Atau bahkan menjadi lebih kelam? Bolehkah aku meminta waktu senggangmu untuk melihat keadaanku sebentar? Apa aku terlihat bahagia atau sebaliknya?

Percaya kah kau bagaimana perasaan bisa mengubah hidup seseorang menjadi lebih rumit? Rumit merangkai harapan, rumit berspekulasi, rumit membenarkan kesalahan, dan segala kerumitan lainnya yang mendera diri.  Cinta memang tak selalu bisa membuat orang berbunga-bunga. Banyak yang mengurung dirinya dalam pikirannya sendiri. Sibuk berandai-andai, lalu patah hati. Sibuk berharap, lalu seolah-olah semuanya menjadi gelap. Cinta tak selalu memberikan ketenangan, sebab tak semua mengerti bagaimana menyikapi perasaannya sendiri.

Maka dari itu wahai kau yang dianugerahi hati yang bijaksana, ajari aku untuk mengelola hati. Mengapa dengan mudahnya kau hadir dan mengacak-acak perasaanku. Jujur aku torehkan, aku belum siap dengan semua perasaan yang nantinya akan begitu mengubahku. Aku belum siap.

Tapi kendali apa yang kupunya? Dengan gamblangnya kamu hadir dengan tatapan mata hitam puitismu yang memberi magis untukku larut akan pekatnya.

Sebuah rasa dengan keegoisan luar biasa sedang menderaku. Keegoisan yang membuatku menginginkanmu lebih. Inilah yang kutakutkan. Apa dengan memiliki perasaan macam ini, lantas membenarkanku segala tindak untuk semakin mendekat dengan jurang dosa? Ya Allah, aku masih belum siap.


Percaya kah kau bagaimana sebuah perasaan bisa mengubah hidup seseorang? Mungkin nanti aku akan bercerita semua hal ini kepadamu. Bagaimana hadirmu begitu mengubah hidupku saat nanti kau ikrarkan aku sebagai teman hidupmu yang sahih. Mungkin nanti, pada waktunya kau akan menetawakanku. Atau sebaliknya, kamu berbalik memelukku dan berkata, “Terima kasih, istriku. Aku akan mengubah hidupmu menjadi lebih indah lagi, bukan denganku, tapi dengan kita.” Dan saat itu, aku hanya bisa tertunduk takjim berdoa dalam hati serta meng-aminkan doamu.

0 komentar:

Posting Komentar