Minggu, 12 Oktober 2014

Sebuah Perjuangan


Untuk kau yang sedang berjuang, apa kabarmu? Sudahkah kamu merasa hari ini sudah berusaha terlampau maksimal untuk memenuhi ambisi dan cita-citamu kelak? Apakah kamu tahu, ingin sekali aku memintamu untuk memandang senja sore ini untuk sekedar melepas lelah dan penat bersama di tempat teduh kala itu. Memandang rona langit yang menyesakkan dada yang tidak sekalipun ingin kulewatkan hadirnya kecuali denganmu, seseorang yang membuat senjaku semakin indah. Senja yang mengingatkan bahwa perjuangan hari ini telah berakhir dan sudah saatnya kamu mendekatkan diri denganNya.

Untuk kau yang selalu berjuang, ceritakan padaku siapa yang membuat hari ini terasa berat? Atau justru seseorang yang memudahkanmu untuk berjuang hari ini. Bolehkah aku mengetahui siapa saja mereka? Aku hanya ingin tahu sekedar mengucap terimakasih dalam hati karena sudah menemanimu berjuang hari ini. Bolehkah?

Berjuang itu memang tidak akan ada habisnya. Perjuangkanlah hal-hal yang membuatmu menjadi manusia yang lebih baik, berjuanglah dengan baik karena Allah dan semoga aku menjadi salah satu hal yang ingin kau perjuangkan.

Mungkin kau tidak menyadari, aku juga sedang berjuang untuk mengimbangimu yang sedang berjuang. Aku tidak ingin dari kita saling mengatakan bahwa sedang sama-sama berjuang untuk kita. Biarlah Allah yang paham dan meng-Amin-kan niat baik hambanya. Bagaimana aku berjuang adalah dengan cara memperbaiki diriku, mendekatkan aku pada Tuhanku. Bukankah pada akhirnya Tuhan kitalah yang akan membuat kita bersatu, tak peduli seberapapun kita terpisah nantinya. Aku tidak ingin menggantungkan sesuatu hal padamu, begitu pun kamu. Karena manusia pada dasarnya adalah makhluk dengan segala stok gudang kekecawaan, bukan? Jadi, serahkan pada Tuhan. Dialah yang sebenarnya sedang kita tuju bersama.


Jadi, selamat berjuang calon imamku. Semoga Tuhan menjaga aku dan kau sampai pada waktu yang sudah digariskan untuk kita berjalan pada satu jalan yang sama :)

Semarang, 12 Oktober 2014

Sabtu, 12 Juli 2014

Kepada Senja Itu, dan Kamu


Senja.
Apakah kamu masih menunggu?
Di ujung jalan itu, seperti kemarin.

Senja.
Jangan melawan rasa itu!
Kamu bisa melukai dirimu sendiri.

Senja.
Jangan mengatup sampai gerimis datang.
Kuingin menikmati tiap tetes tangisan ini sebagai keindahan.

Senja.
Dua hal yang ingin kuselipkan di lembaran ceritamu: pertemuan dan keterpisahan yang mencumbui pertemuan dan penyatuan di ujung pengakhirannya.
Maka, berjanjilah, Senja!
Kita akan bertemu lagi di satu titik cinta; di suatu tanpa nama.

Salah satu puisi favorit dari Moammar Emka :)
This entry was posted in

Jumat, 11 Juli 2014

Sudah Waktunya


Aku menyadari suatu hal. Iya, aku seolah-olah memiliki kebiasaan baru yang menyenangkan. Memikirkanmu. Mengapa kamu? Sejak kapan? Bukankah dulu kita tak pernah bersentuhan dengan perasaan? Benarkah kita sudah memasuki arena ini? Rasa yang saling berpapasan, lalu nyaman dan memilih tinggal.

Aku bukan gadis kuat yang seperti kau pikirkan. Itu dulu –mungkin iya- tapi tidak dengan saat ini. Sejak berkali airmata menjadi pertanda tibanya si peretak hati, percayaku mulai berkurang. Kukira sosok itu ditakdirkan untuk menemukanku, tapi nyatanya meremukkan. Bukannya aku mengasingkan diri tak mau lagi dicintai, pintu itu masih akan terbuka, tapi aku perlu menyeleksi pemilik kuncinya. Cinta masih mengental, tapi luka pun terasa mengekal. Aku hanya tak ingin salah langkah. Karena pernah, cinta membuatku begitu patah. Untuk sembuh, perlu waktu yang sangat lama. Aku butuh merangkak seorang diri, meminum pil kenyataan yang begitu pahit dan menyadarkan bahwa satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menerima.

Memang, tadinya aku tak ingin terburu-buru mendefinisikanmu sebagai calon penghuni hati. Karena ada ruangan yang pernah diobrak-abrik oleh beberapa objek masa laluku, kini perlu dirapihkan terlebih dahulu. Terlalu jahat jika ruangan tempatmu menghuni nanti masih dipenuhi sisa-sisa luka. Penyambutan yang baik adalah sebenar-benarnya mencintai dengan tanpa membawa masa lalu ikut serta. Memang, ingatan tentang beberapa peristiwa patahnya hati takkan pernah bisa terusir pergi. Tapi setidaknya aku perlu memastikan bahwa sekalipun bahagia mulai mengudara, ini bukanlah penyangkalan atau pesta sandiwara. Ini bukan perasaan sisa-sisa masa lalu. Harus ada hati yang benar-benar bahagia, atas maaf yang sepenuhnya terlaksana.

Tapi sampai kapan? Kita memang tidak bisa lagi menunggu lama. Mungkin ‘kita’ sudah selayaknya tercipta. Ruangan itu kini telah kurapikan serta kusiapkan untukmu. Masuklah dengan nyaman. Dan kumohon, jangan buat ruangan itu kembali berantakan. Aku percaya padamu, sangat mempercayaimu :)


Sabtu, 28 Juni 2014

Baby Don't Cry




Don’t wait anymore please,
Take my heart instead.

Lay terus menatap gadis yang ada di hadapannya saat ini. Tatapan melankolis keluar dari kedua matanya. Gadis ini menangis lagi. Ya. Gadis ini terus menangis karena seseorang yang sangat dicintainya baru saja memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Tidak ada pilihan lain. Gadis ini masih terus menangis di hadapan sahabat baiknya, Lay.

Lay  mengambil nafas terdalamnya dan membawa gadis ini ke dalam lengan panjangnya. Memberinya kenyamanan untuk menangis di dadanya dan membiarkan air mata itu mengalir ke bajunya.

“Berhenti menunggunya. Kau hanya menyakiti dirimu sendiri, Soo Yeun-ah” bisik Lay sambil mengelus lembut rambut gadisnya ini.

“Just take my heart instead” ucap Lay tulus dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

Love shine like a light.
Even the moon close its eyes.

Lay terus berharap Soo Yeun bisa melihat sesuatu. Sesuatu di dalam hatinya. Cinta. Cinta yang terus bersinar terang, bahkan bulan tak sepadan bila dibandingkan dengan seberapa terang cinta Lay kepada Soo Yeun.

Cinta yang tulus dan apa adanya hanya untuk Jung Soo Yeun.

Ya, Lay berharap gadis itu bisa melihatnya dan berhenti menunggu orang bodoh yang sudah menyakiti hatinya itu.

If it’s not me but someone else,
If it’s line in a drama.

Terkadang Lay berpikir, apabila saat ini dia bukanlah Lay melainkan orang lain, akankah Soo Yeun akan memilihnya?

Atau, apabila semua ini hanyalah sebuah drama. Lay ingin membuat garis jalan cerita drama ini sendiri. Lay dan gadisnya akan bahagia bersama selamanya. Bukankah kebanyakan drama yang ada pasti akan berakhir dengan bahagia?

Tapi apapun yang terjadi, Lay akan selalu memilih Soo Yeun.

Gadis yang sudah mengambil alih seluruh hatinya dan tak mungkin untuk dikembalikan atau diberikan kepada orang lain. Hanya Soo Yeun.

I would set fire to all the scars that he made.

Kris adalah lelaki beruntung yang berhasil mengambil hati Soo Yeun. Bagi Lay, Kris hanyalah lelaki idiot dan pengecut yang meninggalkan Soo Yeun dengan alasan yang bodoh: bosan.

Cukup.

Lay kini telah keluar dari tempat kesabarannya untuk menunggu.

Baby don’t cry, tonight.
After the darkness has lifted.

Malam itu, Soo Yeun meminta Lay untuk bertemu dan berkata bahwa dirinya sudah tak tahan lagi.

Lay dengan cepat menuju cafe tersebut, mencari Soo Yeun. Dengan jelas Lay bisa melihat bahu Soo Yeun bergetar.

Ya. Gadis itu menangis lagi.

Karena si idiot itu, Wu Kris.

“Jangan menangis lagi.” Lay menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

Baby don’t cry, tonight.
It’ll be like nothing ever happened.

“Berhenti menangislah.” Lay mengusap air mata yang terus mengalir dari kedua matanya. Lay tidak tahan melihatnya.

“Jangan pernah memikirkan hubungan kalian. Anggap saja hubungan kalian itu tidak pernah ada.” hibur Lay dengan terus mengusap air matanya yang belum juga berhenti.

Lay memberinya segelas coklat hangat kepada gadis yang ada di sampinya saat ini. Berharap akan membuat perasaannya menjadi lebih baik.

“Tapi, aku-“

“Bahkan dia tak pantas untuk kau tangisi, Soo Yeun-ah.” Ucap Lay dengan jelas.

You’ll never become a bubble.
In the end you don’t have to know.

“Ini sulit bagiku untuk melepaskannya pergi, Lay,” terang Soo Yeun.

“Cobalah untuk mencintai orang lain,” Lay menatap kedua matanya.

“Aku sulit memahamimu, menangisi seseorang yang jelas-jelas tak pantas untuk kau tangisi. Berhentilah menjadi gelembung yang rapuh dan bisa hilang kapan saja. Kau tidak bisa seperti ini terus menerus. Sebelumnya, kau adalah gadis terkuat yang pernah aku temui.

Jangan seperti ini, kumohon. Tenanglah, kau tidak perlu khawatir akan apa yang terjadi esok. Aku akan selalu disampingmu. Berdiri untukmu. Aku akan berdiri untuk gadis yang sangat aku cintai.”

Soo Yeun menatap Lay dengan tatapan tak percaya dengan apa yang baru saja terdengar di telinganya itu.

Tiba-tiba, air mata mengalir dari matanya kembali. Tetapi bibirnya mengisyaratkan senyum yang bahagia.

So, baby don’t cry, cry.
For my love will protect you.

“Ya! Jangan menangis lagi!” ucap Lay dengan cemas.

“Aku tidak menangis!” ucapnya dengan mengusap kasar air mata yang ada di sekitar matanya itu.

“Aku berjanji akan melindungimu dengan cintaku. Jadi tolong berhenti menangislah!”

“Ssssh! Peluklah aku!”

Dia menarik Lay ke dalam pelukannya. Lay hanya terdiam tak mampu berbicara apapun. Masih belum percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

Lalu Lay mulai tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi indahnya lalu membalas pelukan gadis ini.


For both of them, a new love story has just begun.

Senin, 05 Mei 2014

Minggu, 04 Mei 2014

Aku Ingin Mencintaimu dan Melupakanmu dengan Sederhana


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti embun hinggap
Di tepi daun dan tanah yang sabar menyambutnya jatuh

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti mata yang berkedip
Menyambut pagi, dan daun jendela
Yang mengintip matahari

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti gerimis  pada jendela dan uap napasmu menulis nama :’kita’

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti waktu yang tak pernah berhenti dan senyummu yang mengabadikannya

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti sebuah peluk yang sebentar
Dan satu kecup yang perlahan saja

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Seperti kata ‘rindu’ yang kuucap dan kau membalasnya dengan ‘aku juga’

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin melupakanmu dengan sederhana
Sesederhana air mata yang mengalir
Sesederhana genggaman tangan yang terlepas


Tapi aku ingin mencintaimu

Ini puisi dari novel  Cinta. (Cinta dengan titik) karangan Bernard Batubara. Membaca novel ini, seperti membaca perasaanku sendiri. Iya, mengapa cinta membuatku mencintaimu ketika pada saat yang sama kau mencintai orang yang bukan aku? Untuk apa mencintai orang yang mencintaimu tapi juga mencintai orang lain? Aku tersadar, aku terlalu berharga untuk dijadikan sebuah pilihan kedua. Tapi bukan salahku kalau aku akhirnya bisa terjebak sedalam ini. Aku benar-benar ingin melupakanmu dengan sederhana. Sesederhana saat aku mulai mencintaimu.

Galuh Ajeng Pangestika, 5 Mei 2014 00.01 AM. 
This entry was posted in

Sabtu, 26 April 2014

Matahari


Tahu sulitnya menjadi aku ketika kau menjadi matahari?

Aku yang mau tidak mau harus bertemu denganmu setiap hari. Meski malam kelam, esok kau pasti datang. Mustahil menghindarimu sekalipun aku pindah ke bulan.

Setidaknya aku belajar banyak hal. Aku belajar bagaimana menghadapimu saat pagi tiba. Saat kita mau tidak mau harus berjumpa. Meski harus menenggelamkan perasaan di dasar lautan. Kau mungkin tidak tahu bagaimana tertekannya perasaan itu di dalam laut sana.

Lalu, aku juga belajar bagaimana menghadapimu saat kamu pergi di sore hari. Aku belajar bagaimana rindu tidak membuatku menjadi mati. Menghabiskan malam tanpa tidur dan mimpi indah hanya karena pertemuan siang tadi.

Seperti itulah menyimpan perasaan.

Aku belajar bersiasat. Bertemu denganmu seolah tidak terjadi apa-apa. Kau mungkin tidak tahu, aku kadang sedih saat langit bersekongkol menggagalkan pembicaraan kita. Tapi aku menjadi belajar. Mungkin memang sebaiknya tidak perlu terjadi pembicaraan. Apa aku minta saja langit membuat hujan gelap sepanjang tahun?

Seperti itulah kiasan yang bisa aku jelaskan ketika aku bertemu denganmu. Aku tidak mungkin menghindarimu saat kamu menjadi matahari. Tapi aku belajar bagaimana caranya menghadapimu, juga mensiasati perasaanku.

Sampai kapan kau akan menjadi matahari seperti itu?

Tulisan ini reblog dari kurniawangunadi.tumblr.com. Selalu saja berhasil membawaku ke alam pikirnya setiap membaca kiasan kata cipta miliknya ini :)

Jumat, 25 April 2014

Kata-kata


Aku selalu bertanya, mengapa dengan mudahnya seseorang bisa jatuh cinta hanya dengan tulisan?
Tanpa pertemuan
Tanpa sapa
Tanpa saling memandang
Tanpa saling bertatap
Tanpa mengenal satu sama lain
Perasaan itu muncul dengan begitu agungnya
Mengalir selaksa air

Aku mulai mencintaimu lewat kata-kata
Lewat alunan nada indah yang selalu kau tuliskan dalam renjana blog mayamu
Mengalir dengan tenangnya menuju sudut hati yang terlalu rapuh

Mungkin terlalu ganjil kusebut ini cinta
Tidak, sepertinya aku hanya mengagumimu
Barisan kata dengan spasi yang memunculkan makna dalam yang selalu berhasil membuatku ingin menjadi lebih baik
Menjadi lebih bermakna dihadapan-Nya
Menjadi seorang wanita yang bermartabat

Terima kasih
Aku beruntung menemukanmu
Menemukan tulisanmu

Aku tidak ingin bertemu denganmu
Biarlah aku melukis parasmu lewat kata-kata sahajamu
Aku selalu berdoa bisa menemukan seseorang yang bisa menghargai wanita seperti yang kau tuturkan dalam tulisanmu
Mungkinkah kamu?


Aku tidak tahu.
This entry was posted in

Rabu, 23 April 2014

Bolehkah Aku Merasa ‘Masih’?


Kepadamu yang pernah mengisi sudut hati,

Nada-nada pasrah dari kisah kita akhirnya menyerah. Katanya kita terlalu cepat mengakhiri sesuatu yang belum pantas berakhir, mereka tak ingin lagi mangkir dari garis takdir. Jika dulu kita lelah melanjutkan kisah, kini kita lelah berpisah. Saat ego mengijinkan kita terpisah, rasa yang dulu tersembunyi oleh gengsi bahwa kita masih saling mengingini kini semakin bertambah. Aku percaya, hadirnya jurang pemisah bukan tanpa suatu tujuan yang tidak beralasan. Itu mungkin hanya jeda yang melatih hati agar semakin dewasa. Agar kita sama-sama menjadi pemerhati yang peduli akan kondisi hati. Agar kita tahu seberapa besar cinta yang tersembunyi selama ini. Agar kita tahu selama apa hati telah absen mengungkapkan opininya sendiri.

Sudah tidak perlu aku suarakan pada dunia bagaimana jelasnya perasaanku. Mereka terlalu peka untuk paham, bahkan syaraf otakku telah sukses mengalahkan konspirasi semesta untuk selalu mengingatkanku apa yang sedang kurasa.

Kepadamu yang pernah menjadikanku satu-satunya,

Iya, pernah. Sekarang tidak lagi. Aku tidak ingin kamu paham bagaimana perasaanku. Memang sepertinya Tuhan memilihku untuk menjadi pihak yang paling tersakiti diantara segitiga ini. Kamu, aku dan dia. Entah aku yang ketiga atau dia yang ketiga. Perihal itu sudah tak berarti lagi bagiku.

Tak perlu jadi yang paling pintar untuk tahu bahwa kenyataan tak selamanya sesuai harapan. Kita yang semula sulit terpisahkan, kini bertolak belakang. Dulu, kamu hanya ingin denganku, aku juga hanya ingin denganmu. Tapi ternyata hanya keinginanku yang terus bertahan seperti itu.

Dari hati yang terdalam, izinkan aku mengucap maaf. Maaf, aku terlanjur mencintamu begitu dalam. Maaf, aku merasa memilikimu, dan masih ingin begitu hingga sekarang. Maaf, tak seperti kamu, aku gagal menerima keadaan bahwa kita sudah tak sejalan.

Entah siapa yang semestinya kusalahkan; ekspektasi yang ketinggian, atau semesta yang terlalu terlambat untuk menyadarkan. Aku butuh lebih dari sekadar waktu, untuk memahami bahwa kita sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk memaklumi, bahwa hubungan kita sudah tidak seakrab dulu lagi. Untuk mengerti, bahwa aku sudah tidak seberarti dulu lagi. Khayal masih menerbangkanku begitu tinggi, tanpa kusadari bahwa sepasang tanganmu tak ada untuk menangkapku nanti.

Sungguh, aku turut bahagia jika kamu baik-baik saja. Namun apakah kamu tahu bahwa ‘telah terganti’ ialah tamparan keras bagi hati?

Kuharap kamu pernah mengajariku agar mengerti bahwa kelak posisiku akan terisi. Agar bisa kuterima bahwa bukan lagi aku yang kamu butuhkan saat ini.

Lalu aku bisa apa? Sementara luka kujahit sendiri, kamu di sana sudah tak lagi ambil peduli. Andai sedikit saja kamu mau menoleh lagi, lihat aku. Masih di sini, masih membuka hati, masih menganggap kamu lebih dari berarti.

Perubahan ini terjadi tanpa persiapan, kesadaran ini datang tanpa keberadaanmu. Maaf, bila yang kubutuhkan masihlah kamu di saat kamu sama sekali tidak. Kini, izinkan aku untuk membenahi lagi serpihan-serpihan yang masih berbentuk retakan. Sementara kamu, pergilah dengan sepasang tangan yang kausebut kebahagiaan.


Aku di sini, akan belajar merelakan posisi yang sudah terganti.

Selasa, 15 April 2014

Pelajaran Perjalanan



Bertemu dengan tulisan ini di sudut folder lamaku. Formula kata yang menguatkan untuk siap jatuh kembali :)

Sebut saja cinta adalah perjalanan sekaligus pelajaran. Perjalanan tempat kita saling menemukan, pelajaran tempat kita saling mendewasakan. Setelah berulang kali jatuh cinta dan patah hati. Setelah berulang kali kamu menemukan, kemudian akhirnya melepaskan. Setelah berulang kali bersyukur atas sebuah pertemuan dan belajar atas perpisahan. Setelah berulang kali menemukan rumah, namun kamu hanya dianggap sebagai tempat singgah. Setelah kamu merasa dialah orang yang tepat, sampai kepadanyalah hatimu menutup pintu rapat-rapat.

Setelah segalanya yang terjadi, masihkah kamu percaya dengan cinta?

Namun seperti yang kukatakan, cinta adalah perjalanan sekaligus pelajaran. Aku tak pernah mendefinisikan perpisahan sebagai sebuah akhir. Dan buatku, melepaskan bukan perkara siapa yang tidak bisa bertahan. Tapi mungkin melepaskan adalah cara terbaik untuk kembali menemukan. Jika kamu belum benar-benar menemukan, berarti kamu masih ada di sebuah rel panjang. Hanya waktu yang bisa menentukan kapan kamu akan pulang. Ke sebuah rumah dan lalu menetap disana. Terlalu sering disakiti, jangan membuatmu jadi kehilangan stok persediaan ‘maaf’. Berbesar hatilah, bebaskan hatimu dari benci. Karena benci adalah penjara paling mengerikan. Aku tidak pernah menyesal atas peristiwa-peristiwa yang membuatku terluka, karena disitulah aku belajar untuk mendewasa dan menerima. Aku tidak pernah merasa segalanya akan sia-sia, karena Tuhan selalu punya rencana.

Selalu tempatkan cinta di hatimu, di ruang paling utama, tempat dimana kamu bisa menyambut calon penghunimu untuk menetap. Kamu bebas untuk merasakan cinta, menyebarkannya, membagikannya dan memilikinya. Jaga hatimu baik-baik, agar bisa suatu hari memberikan kepadanya yang terbaik. Jangan takut untuk merasakan cinta, jangan menyangkalinya dan jangan berjalan dengan spion masa lalu. Karena cinta akan selalu tiba dengan cara yang berbeda. Jangan takut untuk mengutarakannya. Bukan untuk sebuah perlombaan memenangkan hati, tapi mengapa disimpan jika memberitahu akan membuat seseorang merasa lebih bahagia?

Aku sudah lama berada dalam sebuah perjalanan. Aku pun tidak benar-benar tahu, apakah aku sudah menemukan. Tapi aku tahu, aku tidak perlu terburu-buru. Karena orang yang tepat, orang yang terbaik, sudah disiapkan oleh Tuhan. Jika kamu yang nantinya Tuhan berikan untukku, aku berjanji untuk menjagamu, mencintaimu tanpa titik henti. Kita akan berjalan maju, tanpa melirik pada masa lalu. Kita akan bahagia dan tak kuatir akan apa-apa. Satuhal yang perlu kamu tahu, dimanapun kamu berada, meski tanpa sebuah nama, tapi kepada calon priaku, kamu selalu ada dalam doa.

Semoga kita bertemu, secepatnya, setepatnya.

Minggu, 13 April 2014

[CERPEN] Dan Itu Selamanya




Sebuah kisah pendek yang pernah aku tuliskan untuk seseorang yang pernah kukenal. Seseorang yang bertanya kepadaku bagaimana kelak aku ingin dilamar. Sesederhana kisah ini.

“Hiduplah bersamaku...”

Aku memandang pria yang berlutut di hadapanku sembari meremas-remas ujung gaun baju terusanku. Beberapa orang kebetulan melintasi kami berhenti sejenak dan melempar pandangan ingin tahu. Saat ini, aku dan pria ini tengah menjadi tontonan yang menarik bagi mereka. Jarang-jarang kan kau melihat seorang lelaki melamar gadisnya di pinggir sungai seperti ini?

Dan gadis itu adalah aku.

Dia tampaknya tak begitu terpengaruh oleh kebisingan di sekitar kami. Matanya terfokus kepadaku, pancarannya penuh dengan sorot keyakinan dan keseriusan. Aku menelan ludahku, gugup. Jawaban apa yang harus kuberikan?

Tentu saja kau harus menerimanya!

Tetapi, kami kan baru berpacaran selama empat bulan!

Kedua sisi yang berlawanan arah di dalam diriku itu terus berdebat, sementara aku hanya bisa menekan-nekan pelipisku dengan panik. Apa yang harus kukatakan?

“Kenapa harus aku? Dari sekian banyak gadis...” suaraku semakin mengecil dan akhirnya hilang ditelan rasa takut. Perasaan cemas itu berlipat ganda, sementara aku menanti bibirnya terbuka untuk memberi jawaban.

“Karena aku merasa kaulah orang yang tepat untukku. Karena bersamamu, aku tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan karena kau adalah kau, orang yang selalu ingin kujaga dengan sepenuh hati dengan seluruh hidupku.”

Aku terdiam, merasakan bulir-bulir air mata mulai terbentuk dan mengalir pelan membasahi kedua pipiku. Dia adalah lelaki yang baik dan bertanggungjawab, itu aku sudah tahu. Dia adalah orang yang manis dan selalu menyayangiku, itu aku juga sudah tahu.

Namun baru sekarang aku tahu, baru sekaranglah aku benar-benar menyadari seberapa tulusnya cinta pria itu kepadaku. Ketulusannya sama berharganya dengan nyawanya sendiri.

Jadi, apa aku masih bisa menolak?

“Aku mau,” bisikku akhirnya. Orang-orang di sekitar kami bertepuk riuh, menyoraki kami dengan ucapan selamat. Dia pun bangkit berdiri, menggenggam kedua telapak tanganku erat-erat. Ia melemparkan senyum manisnya, senyum yang selalu berhasil memenangkan hatiku.

“Terima kasih banyak. Aku berjanji, aku akan selalu ada untukmu. Sepanjang hidupku. Sampai maut memisahkan kita.”

Dan itu berarti selamanya untukku.

Sabtu, 12 April 2014

Sebuah Kesalahan


Malam semakin tidak bersahabat dengan gelapnya yang begitu mencengkram jiwa. Malam ini begitu menyakitkan, setidaknya untukku saja. Kamu tidak.

Padamu, entah telah berapa kali cintaku terjatuh. Tak ingin kuhitung dan tak mungkin terhitung. Kamu poros rasa; pusat segala debar di dada. Kamu satu-satunya titik yang terpeta, di hati juga kepala; tujuan langkah-langkah yang sulit mengenal lelah.

Ternyata kita tak pernah sepaham tentang apa arti cinta. Bagiku cinta adalah kamu, namun bagimu cinta bukanlah aku. Sebab itu, saling memiliki adalah salah satu dari sejuta hal mustahil yang pernah kuamini sepenuh hati namun tak jua terjadi.

Perhatianmu selama ini tanpa tujuan, kedekatan kita tampak semakin samar di masa depan. Genggaman tangan barangkali hanya tanpa perasaan, di saat aku sedang sebenar-benarnya mendambakan. Tutur kata cinta yang begitu mudah terucap, setiap waktunya melahirkan sebuah harap.

Sepasang tatap mata teduh, kepada mereka aku telah terjatuh. Sebentuk angan-angan, di sanalah kita sedang kuciptakan. Bahagia sudah siap untuk kugapai, saat kamu justru memilih kata selesai.

Kukira aku cukup mengenalmu untuk menjadi keinginanmu. Kukira rasa kita saling menyambut untuk kemudian saling menyambung. Kukira kamulah jawaban dari segala perkiraan. Memang nyatanya tak baik mengira-ngira, menciptakan semesta semu bernama asa.

Mengapa perilakumu seakan bilang cinta, namun hatimu ternyata tidak? Tanya ini tak pernah habis kutulis dalam benak. Andai sejak dulu, aku tak keliru mengartikan bahasa tingkah lakumu, kuyakin rasa ini tak akan menjadi terlalu. Jika kita tak mungkin, namun aku tak berhenti ingin, aku harus bagaimana? Jika kamu telah menemu bahagia di hatinya, namun bahagiaku hanya di hatimu, aku harus bagaimana?

Bukankah ada bahagia yang tampak nyata saat kamu bersama dia, sementara tatapan mata begitu hampa ketika bersamaku? Kebersamaan kini telah hilang makna, namun rasa yang ada padaku enggan untuk sirna. Entah aku yang belum siap atau perjalanan memang harus kulalui seorang diri lagi. Namun kekosongan hati, entah siapa lagi yang akan mengisi.

Barangkali, Tuhan hendak ajarkanku arti merelakan. Apa yang kudapat dari segala rasa yang kuberi namun tak pernah mendapat balasan. Barangkali, kamu hanya cinta titipan, yang kapanpun bisa direnggut kembali oleh Tuhan. Atau barangkali, aku yang terlambat memahami. Bahwa ucap katamu serta tingkah lakumu yang pernah berarti untukku, nyatanya tak pernah berbekas apa-apa di hatimu.

Pada akhirnya, tak pernah hati ini mampu menyalahkanmu sebagai cinta yang salah. Sebab jika memang kamu suatu kesalahan, mengapa mencintamu terasa begitu benar? Pada akhirnya, doa menjadi ungkapan paling sederhana dalam ukuran cinta yang tak mengenal angka.

Bila ujungnya adalah kamu yang tak dapat kumiliki, biarkan setidaknya aku mensyukuri keberadaanmu pada segala ruang dalam hati. Meski kini hanya tinggal sisa-sisa mimpi yang berharap untuk menjadi nyata suatu saat nanti. Sekarang, berjalanlah ke titik di mana kamu sudah menentukan langkah. Pada bahu sebelah kananmu, doa-doaku memilih untuk menetap di sana, seandainya suatu saat nanti kamu butuh tepukan pundak pemberi semangat.

Tentang cinta yang enggan tanggal meski hatiku telah ditinggal, jangan pernah tanya mengapa. Sebab ribuan jawab rasanya akan percuma, jika tetap kita tak mungkin bersama. Semoga bahagia betah merumah di dadamu, semoga bahagia sesegera mungkin menemukan aku.

Kebumen, 12 April 2014, 11:20 A.M

Jumat, 11 April 2014

Keluarga Perjalanan Ini

Hai, rasanya baru kemarin saja kita masih berstatus “mahasiswa baru”. Waktu memang pelari tercepat yang pernah ada. Tak terasa waktu memakan usia dan perjalanan kita begitu cepat, kawan. Kini kita dengan gesitnya sudah dihadapkan dengan pilihan peminatan yang begitu membingungkan. Dan kalian paham apa arti semua ini? Itu artinya kita semakin dekat dengan akhir perjalanan panjang kita di kampus ungu Diponegoro tercinta ini.

Apa kalian paham apa yang membuat perjalanan kita serasa begitu cepat? Aku ingat nasihat seorang guru yang aku segani semasa SMA dulu, beliau bertutur seperti ini, “Perjalanan kalian itu singkat. Tahu-tahu sudah mau lulus SMA, sebentar lagi kuliah, dan sebentar sebentar lainnya. Saat kalian sedang melakukan perjalanan panjang ke sebuah kota menggunakan mobil misalnya, kalau kalian habiskan waktu berjam-jam untuk menghitung berapa banyak pohon yang sudah kalian lewati pasti akan terasa sangat lama dan membosankan, bukan? Tapi berbeda dengan kalian melakukan hal-hal lain di mobil dengan bercengkerama dengan keluarga, mendengarkan musik atau memikirkan apa yang akan kalian lakukan saat mencapai tujuan nanti. Tahu-tahu kita sudah sampai disana tanpa terasa perjalanan tadi begitu menyita banyak waktu. Hal itu sama dengan perjalanan panjang kalian saat ini. Ingatlah tujuan apa yang ingin kalian rengkuh. Lihatlah ke depan. Jangan menghitung hari, bulan bahkan tahun yang kalian butuhkan untuk mencapai kesana. Itu sama saja dengan kalian menghitung berapa banyak pohon yang sudah kalian lewati, itu akan menjenuhkan dan membosankan.” Berangkat dari pemahaman itu, aku semakin paham apa arti perjalananku saat ini. Ya, nikmati prosesnya. Nikmati setiap jengkal waktu yang masih bisa kita hirup. Jangan mengeluh dengan perjalanan yang masih panjang. Waktu tidak akan pernah bisa kita nikmati untuk kedua kalinya, bukan?

Tahukan kalian, selain berbekal pemahaman tadi, perjalanan ini terasa nikmat juga karena adanya kalian, teman dan sahabatku. Hah, apa indahnya berjalan sendiri tanpa berkawan dengan orang-orang hebat yang kutemui di kampus ungu ini.


Hai, teman-teman Banana. Ah, kelas kecil paling bontot satu angkatan 2012 yang aku sayangi. Betapa penat mata kuliah setiap hari terasa berkurang dengan adanya kalian. Tak terasa hampir dua tahun kita berjalan bersama. Bersama-sama merangkai mimpi menuju satu gelar yang kita impikan dua tahun lagi. Terimakasih sudah hadir dalam hidupku. Peminatan tidak lama lagi pastinya akan segera memisahkan kita, bukan? Kita memang kelas terbelakang, tapi kita bukan yang terbelakang. Semangat menuju peminatan masing-masing kawan-kawanku, sayang. Nama kalian akan selalu aku torehkan dalam doaku. Tolong, doakan aku serta ya :)



Hai, Lembaga Persmaku. Aku tumbuh menjadi seorang yang lebih kuat berkatmu, Biru. Terimakasih sudah menerimaku menjadi bagian dari keluarga hebat ini. Kecintaanku dengan dunia jurnalistik telah kau tampung dengan baik. Amanat darimu tahun ini begitu besar untukku. Ya, sampai saat ini pun aku masih merasa belum maksimal dalam melaksanakan amanatmu. Tenang, aku ini pembelajar. Semoga aku bisa terus meningkatkan kinerjaku untuk mencapai cita-cita organisasi yang sudah dirangkai kemarin. Pengalaman tak terhingga juga kudapat darimu. Ah, aku begitu mencintai organisasi ini, aku mencintaimu biru :)


Hai, stopper. Keluargaku yang satu ini memang super. Kalian memberiku banyak pengalaman hidup di luar kotak tak terdugaku. Aku merasa bermanfaat dengan menjadi bagian dari kalian. Sungguh, rasa banggaku untuk kalian keluarga merahku. Terus sampaikan pesan-pesan kesehatan dan hentikan stigma ODHA dengan misi organisasi hebat kita. Aku sayang stopHIVa :)


Mungkin semua pihak yang terlibat dalam perjalananku di kampus ungu tidak bisa kusebut satu-persatu. Terima kasih sudah menemaniku, menemani dan menjadi pengajar hidup dalam perjalanan panjangku ini. Semoga adaku juga menjadi sejarah di hidup kalian. Amin :)

Kamis, 10 April 2014

Aku Yang Masih Belum Mau Mengaku


Kepada kamu disela-sela dunia barumu,

Aku tidak tahu bernama apa rasa ini? Aku tidak tahu betulkah rangkaian rasa ini berdefinisi cinta? Aku tidak tahu benarkah kamu objek istimewanya? Yang aku tahu, kamu tidak sepenting itu dulu. Kehadiranmu sangat menyamankanku untuk selalu berada di dekatmu. Mana mungkin segalanya tertuju padamu, jika ada orang lain yang memalingkan pandanganku waktu itu? Meski dulu kami memang tidak resmi, tapi dia seperti bisa mengisi. Tadinya memang begitu kukira. Tadinya memang begitu kurasa. Tapi ternyata tidak. Aku salah jatuh, aku salah sangka, kukira dia ternyata kamu.

Aku tak pernah sadar sepenting itu kehadiranmu bisa membuat hatiku bergetar. Tepatnya mungkin saat ada perempuan lain yang coba mendekatimu, yang pelan-pelan memalingkan wajahmu dari aku, yang memberikan sekat pembatas agar kita tak lagi memiliki hubungan erat. Meski aku belum tahu bernama apa rangkaian rasa itu, tapi aku sudah mulai merasa kehilangan kamu. Betulkah tawa itu sudah ada yang mensponsori? Betulkah hari-harimu sudah tidak lagi sepi? Betulkah tidak ada lagi harapan untukku mengisi? Betulkah sebentar lagi kau sudah ada yang memiliki?

Aku takut. Aku takut kehadiran perempuan itu bisa menghilangkan peristiwa-peristiwa sederhana yang bisa membahagiakan kita. Aku takut ada jarak kecil yang lalu perlahan-lahan membesar, hingga kita kehilangan ritual-ritual manis tanpa sadar. Tapi jikalau bahagiamu itu bersama dia, aku bisa apa? Mungkin mulai dari sekarang, aku harus berancang-ancang. Mungkin aku harus membiasakan diri untuk terlepas dari ekspektasi untuk bisa kau kumiliki.

Bisakah kusebut ini cinta ketika aku melepaskan dia dan ternyata kamu tidak memilihku, aku tidak akan menganggap semuanya sia-sia?

Aku yang masih belum mau mengaku

Rabu, 09 April 2014

Sebuah Rasa


Percaya kah kau bagaimana sebuah perasaan bisa begitu mengubah hidup seseorang menjadi begitu berbeda? Lihatlah aku. Maka tak butuh sepersekian hitungan detik kau akan begitu takjub memahami apa yang aku rasakan saat ini. Sebuah perasaan yang begitu mengubahku menjadi manusia yang berbeda. Manusia berbeda yang bahkan mengajakku untuk berkenalan lagi. Hey, untuk apa aku berkenalan dengan diriku sendiri? Jawabannya sederhana, karena aku tidak mengenalinya lagi.

Percaya kah kau bagaimana sebuah perasaan bisa mengubah hidup seseorang menjadi lebih indah? Atau bahkan menjadi lebih kelam? Bolehkah aku meminta waktu senggangmu untuk melihat keadaanku sebentar? Apa aku terlihat bahagia atau sebaliknya?

Percaya kah kau bagaimana perasaan bisa mengubah hidup seseorang menjadi lebih rumit? Rumit merangkai harapan, rumit berspekulasi, rumit membenarkan kesalahan, dan segala kerumitan lainnya yang mendera diri.  Cinta memang tak selalu bisa membuat orang berbunga-bunga. Banyak yang mengurung dirinya dalam pikirannya sendiri. Sibuk berandai-andai, lalu patah hati. Sibuk berharap, lalu seolah-olah semuanya menjadi gelap. Cinta tak selalu memberikan ketenangan, sebab tak semua mengerti bagaimana menyikapi perasaannya sendiri.

Maka dari itu wahai kau yang dianugerahi hati yang bijaksana, ajari aku untuk mengelola hati. Mengapa dengan mudahnya kau hadir dan mengacak-acak perasaanku. Jujur aku torehkan, aku belum siap dengan semua perasaan yang nantinya akan begitu mengubahku. Aku belum siap.

Tapi kendali apa yang kupunya? Dengan gamblangnya kamu hadir dengan tatapan mata hitam puitismu yang memberi magis untukku larut akan pekatnya.

Sebuah rasa dengan keegoisan luar biasa sedang menderaku. Keegoisan yang membuatku menginginkanmu lebih. Inilah yang kutakutkan. Apa dengan memiliki perasaan macam ini, lantas membenarkanku segala tindak untuk semakin mendekat dengan jurang dosa? Ya Allah, aku masih belum siap.


Percaya kah kau bagaimana sebuah perasaan bisa mengubah hidup seseorang? Mungkin nanti aku akan bercerita semua hal ini kepadamu. Bagaimana hadirmu begitu mengubah hidupku saat nanti kau ikrarkan aku sebagai teman hidupmu yang sahih. Mungkin nanti, pada waktunya kau akan menetawakanku. Atau sebaliknya, kamu berbalik memelukku dan berkata, “Terima kasih, istriku. Aku akan mengubah hidupmu menjadi lebih indah lagi, bukan denganku, tapi dengan kita.” Dan saat itu, aku hanya bisa tertunduk takjim berdoa dalam hati serta meng-aminkan doamu.

Aku dan Desember

Desember yang kelam kembali menyapa hari-hari
Awan hitam yang senantiasa menggelayut dilangitku
Memberikan basah pada bumiku yang cerah
Kembalilah kehidupan katanya pada batu-batu sungai yang kerontang

Desember yang kelam kembali bersandar pada bahu-bahu lemah
Apalagi yang harus kulukiskan pada embun-embun di jendela?
Yang ditiup oleh dingin masuk ke celah mataku yang tak dapat melihat
Dahan-dahan perak dan danau-danau kesepian

Desember yang kelam kembali melambai pada hati-hati
Berkata sampai jumpa ditahun harapan baru
Saat matahari pun dingin dan tersenyum palsu
Dan akupun terlupa akan kesedihan yang diberikannya

Selasa, 08 April 2014

Jika Istrimu Seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat




Sarjana Kesehatan Masyarakat mungkin masih terdengar asing di telingamu. Akulah seorang ahli kesehatan masyarakat. Wanita dengan bekal ilmu pengetahuan kesehatan paramedis yang berkompeten. Menjalani profesi ini juga bukan perkara mudah karena aku ada untuk mengawal dan menjaga masyarakat. Apakah kau bersedia menerima aku sebagai teman hidupmu dengan profesiku ini?

Jika kelak istrimu adalah seorang sarjana kesehatan masyarakat, mengertilah jika dia tidak akan secantik wanita lain. Mungkin laporan kejadian penyakit dan masalah kesehatan yang begitu kompleks mengharuskannya tidak bisa bisa tampil semenarik mungkin karena kewajiban besar membenahi masyarakat lebih penting daripada mempercantik diri sendiri. Namun, janganlah khawatir karena ia pasti akan menyambutmu dengan senyuman setiap kali kamu pulang dari tempatmu bekerja atau setiap kali ia bertemu denganmu dan anak-anak kalian. Karena di matanya kalian tetaplah sesuatu yang lebih berharga dibanding dengan pekerjaannya yang melelahkan itu.

Jika kelak istrimu pulang terlalu malam dengan muka yang terlalu lelah dan kusut. Mengertilah dan  peluklah ia. Mungkin dirinya terlalu lelah memberi penyuluhan ke desa tertinggal yang jauhnya beribu-ribu kilometer dari rumah kalian dan justru hasil kerja mulianya diabaikan begitu saja. Atau mungkin saja, ia terlalu lelah karena surveilans sebuah penyakit yang dia kerjakan begitu menyita banyak tenaganya hari ini. Pinjamkan pundak dan dada bidangmu untuk berikannya dukungan. Tahukah kamu? Itu lebih dari energi untuk bisa mengembalikkan senyum sahajanya untukmu, suaminya.

Sebagai seorang sarjana kesehatan masyakat, ia juga belajar banyak mengenai gizi. Jadi, maafkan kalau nantinya dia cerewet mengingatkanmu dan anak-anak kalian untuk makan-makanan yang yang bergizi dan janganlah bosan dengan perangainya ini. Tapi kalau sewaktu-waktu kamu merasa sedikit jengah, katakanlah. Mungkin sekali-kali kalian bisa mencoba melanggar peraturan yang dia buatkan khusus untukmu dan anak-anak kalian.

Jika istrimu seorang sarjana kesehatan, itu berarti kau baru saja menikahi seseorang yang kuat. Istrimu adalah salah satu pemecah masalah, dia sudah terbiasa berhadapan dengan masalah-masalah dan dia pecahkan dengan idenya. Dia wanita yang sudah terbiasa hidup mandiri, yang bisa menempatkan diri. Dia tetap wanita yang bisa berdandan jika merasa butuh, dia tetap Ingat Ibadah meski dia terlihat tidak ada waktu, dia yang masih bisa menjadi makmum dalam sholat-sholat mu, yang masih ada waktu untuk kamu dan anak-anakmu, dan  yang masih sempat membuatkan sarapan dan memasak untuk anak-anakmu.

Wahai engkau, yang nantinya menjadi seorang suami dari seorang sarjana kesehatan masyarakat. Bersediakah engkau untuk mengerti pekerjaan beratku sebagai seorang konsultan K3 di sebuah perusahaan besar di kota sana nantinya? Apa kau akan merasa khawatir dengan keselamatanku? Maafkan aku kalau nantinya rasa cemas itu selalu menghantuimu setiap saat. Memang itu lah risiko yang harus aku tanggung untuk melindungi para pekerja dari cidera akibat kecelakaan kerja. Tapi, kumohon tenanglah. Kau lebih mengenalku, bukan? Bagaimana aku bisa melindungi mereka apabila aku tidak bisa melindungi diri sendiri? Sebelum memastikan mereka baik-baik saja, aku pasti sudah lebih dulu menyatakan diriku baik-baik saja. Jadi, singkirkan prasangka burukmu perihal kondisiku. Aku lah yang sewajarnya bertanya tentang bagaimana kondisi pekerjaanmu hari ini setiap selepas kerja. Berceritalah. Walau pekerjaan berat seharian telah menyisakan sedikit tenagaku, mendengar ceritamu selalu bisa menjadi bagian terfavoritku setiap harinya.

Suamiku, banggakah engkau memiliki istri seorang sarjana kesehatan masyarakat? Seseorang yang memiliki tugas mulia untuk mengabdi dan bertanggungjawab terhadap kesehatan bangsa Indonesia. Sebesar apapun tanggungjawabku untuk masyarakat, kalian tidak akan tergeser satu senti pun dari skala prioritasku. Kalian tetap tanggungjawab pertamaku sebagai seorang istri dan ibu untuk suami dan anak-anakku kelak.

Suamiku, apa kau tahu? Alasan apa yang mendasariku untuk berkorban selama 4 tahun mendalami ilmu kesehatan masyarakat ini? Bukan untuk mendapat profesi seperti kebanyakan orang pikirkan untuk orientasi hidupnya melanjutkan kuliah. Bukan itu alasannya. Kau ingin tahu apa alasannya? Alasannya adalah aku ingin menjadi wanita yang cerdas untukmu dan anak-anak kita kelak, aku ingin anak kita kelak dilahirkan dari rahim seorang wanita yang berilmu. Disinilah aku mendapatkan semuanya.

Apa yang terpikir dibenakmu ketika mendengar profesiku ini, wahai suamiku? Inilah aku, istrimu yang harus bersedia selalu mengabdi kepada masyarakat. Sekali lagi jangan kau khawatir, aku tidak akan pernah akan melupakan kewajiban mutlakku padamu dan juga anak kita. Profesi memang menuntutku untuk terjun dan mempertaruhkan waktuku untuk masyarakat. Tapi, itu bukan alasan yang rasional untuk menanggalkan kalian, keluarga kecilku. Berbekal ilmu yang aku rengkuh selama mengenyam bangku universitas, aku akan merawat dan menjaga keluarga kecil kita menjadi lebih sehat dan bahagia.

Suamiku, dari sekian cerita yang tadi aku jelaskan tadi, pada akhirnya seorang sarjana kesehatan masyarakat ini tetaplah istrimu, seorang istri yang mempunyai kewajiban mutlak. Mengingatkanmu kepada hal-hal yang lebih besar, mengingatkanmu kepada cita-cita kita bersama. Mengingatkanmu kepada Allah, mengingatkanmu untuk membesarkan anak-anak kita  mencintai  Al-Quran, mengingatkanmu untuk bersama-bersama berjuang menuju Jannah-Nya.

Galuh Ajeng Pangestika
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro 

Dalam Hujan, Itu Kita




Apa yang kurekam dari hujan siang ini?
Larik-larik rindu yang menghias rintiknya saat kita berpayung berdua; di kota sana, suatu hari tanpa nama.
Sepayung membelah hujan.
Dalam magis lirih rintiknya yang menorehkan bahagia, juga luka.
Bersama!

Tawa-bahagia dan sedu-sedan tangis meramu satu.
Dalam hujan itu, tersimpan jejakmu.
Lewat riuh rintiknya aku mengadu dan mengaduh pilu.
Aku katakan pada hujan, kita masih satu.
Karena kamu telah memenangi hatiku, begitu juga aku.

Hujan boleh saja reda.
Tapi tidak dengan rinduku.
Kau telah merenggutnya tanpa sisa.
Dan kini, tinggallah kosong yang ada.
Dan tetaplah dalam hujan.
Karena di sana, aku terbiasa menari bersamamu.

Tak peduli kuyup semata yang kuterima, menuai semu di tebing ketakutan.
Aku tetap ingin menari dalam hujan itu.


Menangislah

Tak selamanya, pedih itu berarti sakit
Kadang, tangis yang mengiring adalah bahagia yang tak kita sadari
Paling tidak, kita jadi mengerti apa sesungguhnya sakit ketika kita merasakan air mata mengalir
Inilah kebahagiaan yang sesungguhnya

Betapa tidak ada makna hidup ketika kita tak pernah punya air mata
Tawa. mungkin, tak pernah terselami arti sejatinya saat mata kita kering dari air mata
Menangislah sejadi-jadinya jika itu yang menjadi apa yang paling kita inginkan saat ini, detik ini

Semarang, 9 April 2014

Minggu, 06 April 2014

Say Hi To The World

Hai perkenalkan, namaku Galuh Ajeng Pangestika. Terbiasa dengan panggilan Galuh atau Galung. And FYI, i hate to be called as Ajeng and dont ask me why. Saat ini sedang meneruskan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro angkatan 2012. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara and im the one and only daughter in my family. Punya hobi yang seabrek tapi standar semua haha -_- Hobi yang paling mainstream nonton drama korea, dengerin musik dan killing time sama sahabat tentunya. Cinta banget sama running man dan segala macem variety show Korea sih. Paling suka dimintain advice-nya buat masalah orang lain tapi masalah sendiri kadang malahan belum terselesaikan dan ngerasa apa yang aku lakuin just talk only. Ya tapi bener sih kata pepatah, menyelesaikan masalah sendiri terkadang tidak semudah menyelesaikan masalah orang lain. Dan aku yakin, not only me that has a problem, everyone does, right?

Kalau kata orang lain, aku adalah tipe cewek yang melankolis (?)Rada yakin dan gak yakin sama pernyataan yang satu ini karena aku menganut sistem girls remember everything. Iya kan? Bukan melankolis sih tapi lebih masuk ke sifat paling jelas dan semua cewek yang normal pasti juga punya. Maaf ya kalau rada berspekulasi tak berdasar haha. Tapi dilihat dari kepribadian, aku lebih fit masuk dalam golongan sanguin. Aku yang terlalu pecicilan dan suka buat ribut, pas banget sama anak sanguin dibanding melankolis yang slow abis. Aku suka hujan dan benci serangga. Kenapa suka hujan? Hujan itu membuat tenang dan damai.


Punya banyak kelemahan. Yang paling parah itu adalah susah move on -_- Gampang jatuh cinta tapi gampang juga buat bosen. Aduh ini gimana ya buat proses nyembuhin penyakit yang satu ini? Tapi setia dan komitmen kalau apa yang disukain itu serius.
Paling gampang kena stress karena suka menunda pekerjaan. Ini kelemahan yang harus segera disirnakan. Tapi pernah baca di majalah, tipe orang penunda pekerjaan itu masuk ke penikmat stress. Istilah gaulnya adalah “the power of kepepet”. Ya selagi masih muda, setiap hari perlu peningkatan hormon adrenalin mungkin ya dengan stress. ­Duh Lung -­­_-


Cinta setengah mati sama prosa dan cerita fiksi. Thats why orang-orang bilang aku melankolis mungkin ya.
Punya cita-cita jadi menteri kesehatan dan penulis. Dua jenis profesi yang bertolak belakang dan gak ada kaitannya sama sekali. Tapi thats not a big deal sih buat aku. Ya namanya juga cita-cita, buat sekarang yang bisa semampunya dilakuin adalah usaha dan merangkai mimpi dengan baik.
Sekian sekilas tentang aku. STAND UP AND GET A LIFE YA GUYS :D